Download Materi Bimwin Digital
MATERI I. UU PERKAWINAN
Bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum nasional, perlu adanya Undang-undang tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara.
UU Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
BAB I : Dasar Perkawinan
Pasal 1
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.
Pasal 2
ayat (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu.
ayat (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dst.
BAB II : Syarat-syarat Perkawinan
Pasal 6
ayat (1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
ayat (2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
ayat (3) Dalam hal salah
seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak
mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup
diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu
menyatakan kehendaknya.
ayat (4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan
tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang
yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis
keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat
menyatakan kehendaknya.
Dst.
BAB VI : Hak Dan Kewajiban Suami Istri
Pasal 30
Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
Pasal 31
ayat (1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
ayat (2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
ayat (3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
Pasal 32
ayat (1) Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
ayat (2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami isteri bersama.
Pasal 33
Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.
Pasal 34
ayat (1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
ayat (2) Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya.
ayat (3) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugutan kepada Pengadilan.
Dst.
UU No. 01 Tahun 1974 tentang Perkawinan lengkap dapat didownload melalui,
https://peraturan.go.id/common/dokumen/ln/1974/uu0011974.pdf
UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Perubahan norma dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ini menjangkau batas usia untuk melakukan perkawinan, perbaikan norma menjangkau dengan menaikkan batas minimal umur perkawinan bagi wanita. Dalam hal ini batas minimal umur perkawinan bagi wanita dipersamakan dengan batas minimal umur perkawinan bagi pria, yaitu 19 (sembilan belas) tahun.
Batas usia dimaksud dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas. diharapkan juga kenaikan batas umur yang lebih tinggi dari 16 (enam belas) tahun bagi wanita untuk kawin akan mengakibatkan laju kelahiran yang lebih rendah dan menurunkan resiko kematian ibu dan anak. Selain itu juga dapat terpenuhinya hak-hak anak sehingga mengoptimalkan tumbuh kembang anak termasuk pendampingan orang tua serta memberikan akses anak terhadap Pendidikan setinggi mungkin.
Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur, orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.
UU No. 16 Tahun 2019 lengkap dapat didownload melalui,
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/113523/UU%20Nomor%2016%20Tahun%202019.pdf
MATERI II. FIKIH MUNAKAHAT
Fikih Munakahat adalah aturan hukum tentang Pernikahan (mulai dari akad nikah hingga aturan tentang berumah tangga). Urgensitas Fikih Munakahat sangatlah besar, selain untuk mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah, juga mewujudkan dan memperlancar pelaksanaan ibadah dan ketaatan manusia kepada Allah SWT.
Fikih Munakahat meliputi uraian ketentuan tentang, antara lain:
Syarat Sah Nikah
- Beragama Islam
- Bukan Mahrim dari Pihak Ayah
- Penentuan Wali Nikah
- Tidak sedang melaksanakan haji
- Bukan Paksaan
- Calon Mempelai Laki-laki
- Calon Mempelai Wanita
- Wali Nikah
- 2 (dua) Orang Saksi Nikah
- Ijab dan Qobul
Perjanjian Perkawinan
Perjanjian Perkawinan boleh diadakan. Perjanjian Perkawinan merupakan sebuah perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan. Perjanjian ini mengatur tentang harta-harta dan utang-utang yang akan timbul selama perkawinan dilangsungkan.
Hak dan Kewajiban Suami Istri
Kewajiban Suami (adalah Hak Istri) antara lain,
- Mahar
- Nafkah, Pakaian dan Tempat Tinggal
- Menggauli istri secara baik
- Menjaga istri dari Dosa
- Memberikan cinta dan kasih saying kepada istri
- Taat kepada Suami dalam hal kebaikan
- Mengikuti tempat tinggal suami
- Menjaga diri saat suami tidak ada
- Pasal 113 KHI, menyatakan perkawinan dapat putus karena 1) Kematian; 2) Perceraian, dan 3) Atas Putusan Pengadilan
- Pasal 115 KHI dan Pasal 39 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
- Pasal 114 KHI menegaskan bahwa Putusnya Perkawinan yang disebabkan karena percerian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan cerai.
- Akibat putusnya perkawinan karena kematian salah satu pihak, maka seluruh harta peninggalan diwarisi oleh suami atau istri yang masih hidup beserta keturunannya, apabila ada anak yang belum dewasa, maka anak berada dalam Perwalian.
- Akibat-akibat hukum putusnya Perkawinan karena Perceraian yaitu 1) Ibu atau Bapak tetap erkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya; 2) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan anak-anak, pengadilan juga dapat menentukan lain; 3) Pengadilan dapat mewajibkan biaya pada Bekas Suami untuk memberikan penghidupan dan atau menentukan sesuai kewajiban bagi Istrinya (Pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974).
A. Empat Pilar Perkawinan
1. Berpasangan (Jawaz) Qs. Al-Baqarah/2 ayat 187
2. Janji kokoh (Mitsaaqan Ghalizhan) Qs. An-Nisa/4 ayat 21
3. Saling memperlakukan pasangan dengan baik (Mu’asyarah bil Ma’ruf) Qs. An-Nisa/ 4 ayat 19
4. Rembugan (Musyawarah) Al-Baqarah/2 ayat 23
B. Komponen Hubungan Perkawinan
1. Kedekatan Emosi
2. Gairah
3. Komitmen
Kedekatan emosi muncul dalam bentuk rasa kasih sayang, mawaddah dan rohmah, di antara pasangan suami istri (Qs. Ar-Rum/30 ayat 21). Mereka menjadikan pasangan sebagai pasangan jiwa, tempat berbagi kehidupan yang sesungguhnya (Zawaj).
Gairah adalah adanya dorongan untuk mendapatkan kepuasan seksual dari pasangannya, sebagaimana menjadi salah satu tujuan perkawinan yaitu meng-halalkan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan. Demikian pentingnya komponen ini, Al Qur’an banyak menyebutkannya di dalam berbagai ayat, misalnya Qs. Al - Baqarah/2 ayat 187.
Komitmen, yaitu bagaimana suami istri sama-sama memandang ikatan perkawinan sebagai ikatan yang kokoh (Mitsaqan ghalizhan, Qs. anNisa/4 ayat 21) agar bisa menyangga seluruh sendi-sendi kehidupan rumah tangga. Kedua pihak diharapkan menjaga ikatan ini dengan segala upaya yang dimiliki.
C. Tips
MENJAGA DAN MEMUPUK KEDEKATAN EMOSI dengan cara: Menjaga keterbukaan, Sikap saling memahami, Banyak yang terjebak pada sikap menuntut: “kalau kamu bisa membahagiakan saya maka saya baru membahagiakan kamu”, Ada prinsip tabadul atau saling, yang berarti tidak menunggu pasangan melakukan terlebih dahulu.
MENJAGA API GAIRAH dengan cara : bersentuhan fisik sederhana setiap kali sedang berdekatan,, menyiapkan diri dengan pakaian dan wewangian yang mengundang keintiman, Meluangkan waktu khusus secara berkala untuk berdua saja.
MENJAGA KOMITMEN TETAP KOKOH dengan cara : Kejujuran, kesetiaan, dan diiringi dengan sikap tanggung jawab Komitmen akan diuji dengan konflik (masalah, perbedaan),Meneladani rasul, amanah, Mengingat Mitsaqan ghalidhan,Jika bisa menyelesaikan konflik maka akan menjadi kuat.
D. Penghancur dan Pembangun Hubungan Perkawinan
Sikap Penghancur Hubungan Perkawinan sebagai berikut : Sikap menyalahkan, Sikap membenci dan merendahkan, Sikap membela diri dan mencari alasan, Sikap mendiamkan (Mengabaikan).
Sikap Pembangun Hubungan Perkawinan sebagai
berikut : Memahami kebutuhan yang berbeda antar pasangan, Rekening Bank
Hubungan (Setiap tindakan baik akan
menambah saldo rekening, dan setiap tindakan yang menyakiti akan mengurangi
saldo rekening), Kematangan diri.
MATERI IV. KESEHATAN REPRODUKSI
Kesehatan Reproduksi merupakan salah satu pilar keluarga sakinah yang turut menentukan kebahagiaan dan masa depan keluarga. Apabila terganggu, maka kehidupan keluarga dapat mengalami masalah, bahkan jika sampai terjadi kematian maka bangunan keluarga terancam koyak. Oleh karenanya, sejak dini para calon pengantin perlu dibekali pengetahuan tentang kesehatan reproduksi keluarga, dan relasi hubungan seksual dalam Islam sehingga setara dan bermartabat. Dengan demikian, calon pengantin sama-sama memahami bahwa tanggung jawab kesehatan reproduksi keluarga merupakan tanggung jawab bersama.
Berikut ini adalah organ reproduksi fungsi dan masa waktu serta dampaknya bagi pribadi seseorang :
Suami dan istri ibarat pakaian bagi pasangannya, yang berarti hubungan seksual mesti sama-sama berfungsi bagi keduanya sebagaimana pakaian, saling melindungi, baik dari kuman, rasa dingin, dan hal buruk lainnya, dan juga memperindah,
Istri ibarat ladang bagi suami yang berarti sesuatu yang sangat berharga, mesti dijaga dari segala gangguan dengan baik, dirawat dengan penuh kasih, agar bisa melahirkan generasi yang berkualitas,
Bolehnya berhubungan seksual ketika malam hari bulan Ramadhan, dan larangan berhubungan seksual saat i’tikaf di masjid,
Perintah cara-cara baik dalam berhubungan
seksual, dan peringatan adanya kaitan antara perilaku seksual dengan suami atau
istri dengan ketaqwaan pada Allah dan kelak hal ini akan dipertanggungjawabkan
ketika bertemu dengan-Nya,
MATERI V. PARENTING
Jika mengutip definisi dari APA (American Psychological Association), parenting adalah suatu pola pengasuhan anak oleh orang dewasa (tidak terbatas dengan hubungan biologis) yang memiliki tiga tujuan utama:
1. Memastikan anak-anak selalu dalam keadaan sehat dan aman.
2. Mempersiapkan anak-anak agar tumbuh menjadi produktif.
3. Menurunkan nilai-nilai budaya.
Sedangkan jika mengikuti definisi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, parenting dipahami sebagai sebuah interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak dengan tujuan mendukung perkembangan fisik, emosi, sosial, intelektual, dan spiritual. Dalam definisi ini juga dijelaskan bahwa parenting terjadi sejak anak masih berada dalam kandungan hingga ia dewasa.
Dari kedua definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa parenting adalah bagaimana cara mendidik anak agar ia siap menjadi dewasa dan berdiri pada kakinya sendiri. Parenting mencakup pola pengasuhan yang mendukung perkembangan emosi, fisik, sosial, intelektual, dan spiritual anak.
Jenis-Jenis Parenting
1. Authoritarian Parenting
Dalam parenting model ini, ciri utamanya adalah orang tua yang berlaku otoriter (memerintah) kepada anak. Tipikal orang tua yang menganut authoritarian parenting adalah menganggap bahwa semua keinginannya harus dituruti oleh anak, merasa selalu benar, hingga terlalu membatasi ruang gerak anak.
Anak yang tumbuh dalam parenting model ini dikhawatirkan akan menjadi pribadi yang cenderung pasif. Kebiasaan orang tua yang menekan pendapat akan membuat anak merasa bahwa pendapat dan pemikiran mereka tidak berarti.
2. Authoritative Parenting
Dalam authoritative parenting orang tua memberikan dukungan terhadap pilihan yang diambil anak. Model parenting seperti ini dianggap ideal karena akan membuat anak lebih percaya diri. Ia juga akan lebih mudah menyampaikan opininya sendiri karena tidak dihalang-halangi oleh paksaan orang tua.
3. Indulgent Parenting
Dalam model parenting ini, orang tua terlibat sepenuhnya dalam mengasuh anak. Mereka akan bertindak amat permisif terhadap pilihan atau pemikiran anak. Pola pengasuhan ini memang baik untuk membuat anak percaya diri, namun di sisi lain mereka justru bisa menjadi manja karena orang tua selalu permisif dan menuruti kehendak anak.
Model parenting seperti ini bisa muncul jika di masa kecil orang tua selalu dibatasi pergerakannya. Menjadi indulgent dan permisif adalah cara mereka untuk “membalas” perlakukan orang tua di masa lalu.
4. Neglectful Parenting
Tipe Neglectful Parenting ini harus dihindari karena dapat menimbulkan jarak antara orang tua dengan anak. Orang tua jarang atau bahkan tidak terlibat sama sekali dalam pengasuhan anak. Penyebabnya bisa bermacam-macam, mulai dari kesibukan karena pekerjaan hingga keadaan lain yang memaksa orang tua untuk bertindak demikian.
Selain menimbulkan jarak antara orang tua dan anak, neglectful parenting juga berpotensi membuat anak menjadi pribadi yang kurang perhatian.
Dari sini Anda bisa mengetahui bahwa parenting adalah proses yang tidak mudah. Tidak ada rumus yang pasti untuk menentukan seperti apa parenting yang tepat. Walau begitu, bukan berarti Anda tidak bisa belajar untuk menjadi orang tua yang baik bagi anak. Intinya adalah tetap semangat dan jangan pernah berhenti belajar!
MATERI VI. KELUARGA SAKINAH
Memiliki Keluarga yang Sakinah adalah dambaan setiap pasangan yang menikah. Pernikahan adalah sebuah "Mitsaqon Ghalizhon" atau janji yang kuat sehingga pasangan suami istri harus saling menjaga kelangsungannya.
Pernikahan adalah suatu jalan untuk mengikatkan dua orang manusia dan memungkinkan keduanya membangun keluarga yang baru. Sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah bisa menjadi tujuan dari seorang muslim untuk meikah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Keluarga yang Sakinah diartikan sebagai keluarga yang harmonis dimana nilai-nilai ajaran Islam senantiasa ditegakkan dan saling menghormati serta saling menyayangi. Dalam keluarga yang sakinah, anggota keluarga mampu menjalankan kewajibannya dan senantiasa membantu satu sama lain.
Keluarga yang Sakinah juga mengertu satu sama lain sehingga jika terjadi konflik dalam keluarga maka konflik tersebut bisa diselesaikan dengan baik. Istilah dalam Al Qur'annya "Mua'syaroh bil Ma'ruf" yaitu Memperlakukan, Mempergauli, Menjaga dan Merawat Pasangannya secara baik.
Untuk mengetahui makna kata sakinah lebih mendalam, mari kita cermati saat kata sakinah disebut 4 (empat) kali dalam Al-Qur'an;
;
1. Sakinah untuk menggambarkan adanya ketentraman setelah Allah tetapkan perjodohan. Hal ini disebut dalam Q.S Ar-Rum ayat 21, “Litaskunu ilaihaa”, yang artinya bahwa “Allah menciptakan perjodohan bagi manusia agar yang satu “merasa tenteram” terhadap yang lain”.
2. Sakinah yang diungkapkan Allah untuk menggambarkan Rasa bahagia atas karunia seorang istri Hal ini termaktub dalam Q.S. al-A’raf: ayat 189 “Waja’ala minhaa zauujahaa litaskunu ilihaa” “Dan diciptakan istrinya agar dia merasa tentram kepadanya”.
3. Sakinah juga Allah ungkapkan dalam Q.S Al-Fath ayat 4. “Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)”.
Di ketiga ayat ini, kata sakinah diterjemahkan sebagai ketenangan yang sengaja Allah turunkan ke dalam hati orang-orang mukmin. Ketenangan ini merupakan suasana psikologis yang melekat pada setiap individu yang mampu melakukannya. Ketenangan adalah suasana batin yang hanya bisa diciptakan sendiri. Tidak ada jaminan seseorang dapat menciptakan suasana tenang bagi orang lain. Jadi, kata “sakinah” yang digunakan untuk mensifati kata “keluarga” merupakan tata nilai yang seharusnya menjadi kekuatan penggerak dalam membangun tatanan keluarga yang dapat memberikan kenyamanan dunia sekaligus memberikan jaminan keselamatan akhirat.
4. Sakinah yang digambarkan Allah seperti Tabut. (yaitu saat Kitab Taurat disimpan dalam sebuah peti) oleh keluarga nabi Musa dan Harun). Hal ini termaktub dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 248 “sakinatun min Rabbakum” yang didalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu.
Istilah sakinah dalam ayat ini memiliki akar kata yang sama dengan “sakanun” yang berarti tempat tinggal. Jadi, mudah dipahami memang jika istilah itu digunakan Al-Qur’an untuk menyebut tempat berlabuhnya setiap anggota keluarga dalam suasana yang nyaman dan tenang, sehingga menjadi lahan subur untuk tumbuhnya cinta kasih (mawaddah wa rahmah) di antara sesama anggotanya. Jadi, sesuai Qur’an surat al-Baqarah ayat 248 ini; sakinah adalah tempat yang tenang, nyaman, aman, kondusif bagi yang menempati.
Memiliki Keluarga yang Sakinah tentunya memerlukan Pondasi yang kuat dan hubungan yang baik seperti layaknya hubungan silaturahmi, Pondasi tersebut adalah :
1. Ketaqwaan dan Keimanan kepada Allah SWT
2. Ketentraman dan Ketenangan Hati
Cara membangun Keluarga Sakinah :
1. Menikah dan memilih pasangan yang baik
2. Saling pengertian
3. Saling mengingatkan
4. Menjalankan Kewajibannya
5. Percaya satu sama lain
3 (tiga) Pilar Sakinah Pernikahan :
1. Mawaddah
Mawaddah itu sejenis cinta, akan tetapi ruh cintanya setingkat lebih tinggi. Karena jika yang timbul hanya perasaan cinta biasanya sesekali hati seseorang yang mencintai terjadi rasa kesal, sehingga cintanya bisa terkikis, pudar bahkan putus. Namun jika yang bersemai dalam hati adalah rasa mawaddah, maka ia tidak akan mudah memutuskan hubungan. seperti yang biasa terjadi pada orang yang bercinta. Ini disebabkan karena hatinya begitu luas dan lapang dan kosong dari keburukan sehingga celah-celah memudarnya cinta tertutup dengan baik.
2. Rahmah
Rahmah merupakan puncak tertinggi dari cinta. Sehingga cinta rahmah itu memberi, bukan menerima. Inilah maksud dari penuturan nabi yang diceritakan oleh Imam Bukhari: “Saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian saling mencintai”. Ya, dari memberi itu bisa menumbuhkan cinta.
Rahmah menghasilkan kesabaran, murah hati, tidak cemburu. Pemiliknya tidak angkuh, tidak mencari keuntungan sendiri, apalagi dendam. Ia menutupi segala sesuatu dan sabar menunggu segalanya. Ciri telah hadirnya Rahmah dalam keluarga adalah kejujuran ruh, ia jujur mengakui bahwa pasangannya telah memberikan pengorbanan, ia jujur mengakui bahwa Allah telah memberikan kelebihan yang banyak terhadap pasangannya. Ia hadir dalam hati karena sifat pemiliknya hanya ingin memberikan yang terbaik saja buat pasangannya.
3. Amanah
Amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain disertai dengan rasa aman keberadaannya ditangan yang diberi amanat itu. Istri adalah amanah dipelukan sang suami. Tidak mungkin Orang tua dan keluarga masing-masing akan merestui perkawinan tanpa adanya rasa percaya dan aman itu, suami demikian juga istri tidak akan menjalin hubungan kecuali jika masing-masing merasa aman dan percaya kepada pasangannya. Perkawinan bukan hanya amanat dari mereka, tetapi juga dari Allah SWT. Bukankah ia dijalin atas nama Allah SWT dan menggunakan kalimatnya?
Rasulullah bersabda “Baitii Jannatii”, Rumahku adalah surgaku. Surga adalah ungkapan keindahan. Syurga adalah simbol ketentraman, kedamaian, dan kebahagiaan. Maka, ketika Rasulullah mengungkapkan; Baiti Jannati- Rumah Ku adalah Surgaku, bisa kita merasakan betapa Rasulullah telah menemukan ketentraman, kedamaian, dan kebahagiaan dengan segala keindahannya di dalam rumah tangganya. Menariknya kalimat itu beliau ungkapkan ketika beliau berada di Madinah, yang secara financial keadaannya sangat jauh dibandingkan ketika beliau kaya raya di Mekah. Artinya, makna keindahan dan kebahagiaan rumah tangga yang diibaratkan surga itu bukanlah makna material. Melainkan lebih bersifat psikologis spiritual.
MATERI VII. MODERASI BERAGAMA
Moderasi Beragama adalah cara pandang, sikap, dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem dalam beragama.
Moderasi beragama sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Pilihan pada moderasi dengan menolak ekstremisme dan liberalisme dalam beragama adalah kunci keseimbangan, demi terpeliharanya peradaban dan terciptanya perdamaian.
Untuk Mewujudkan Moderasi Beragama dalam pribadi diri seseorang harus terdapat 4 (empat) Hal atau Indikator, yaitu:
- Komitmen Kebangsaan;
- Toleransi;
- Anti-Kekerasan; dan
- Akomodatif terhadap Kebudayaan Lokal.
Komitmen Kebangsaan adalah Menerima Pancasila sebagai Ideologi Negara dan menolak ideologi yang berlawanan dengan Pancasila, Nasionalisme serta Prinsip-prinsip Kebangsaan yang tertuang dalam Konstitusi UUD 1945 dan Peraturan Pemerintah lainnya.
Toleransi adalah sikap untuk memberi ruang dan tidak mengganggu hak orang lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya, dan menyampaikan pendapat, meskipun hal tersebut berbeda dengan apa yang kita yakini. Dengan demikian, toleransi mengacu pada sikap terbuka, lapang dada, sukarela, dan lembut dalam menerima perbedaan.
Radikalisme merupakan suatu ideologi (ide atau gagasan) dan paham yang ingin melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan/ekstrem atas nama agama, baik kekerasan verbal, fisik dan pikiran. Inti dari tindakan radikalisme adalah sikap dan tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan dalam mengusung perubahan yang diinginkan. Radikalisme sering dikaitkan dengan terorisme, karena kelompok radikal dapat melakukan cara apa pun agar keinginannya tercapai, termasuk meneror pihak yang tidak sepaham dengan mereka. Radikalisme ini sangat bertentangan dengan Moderasi Beragama yang mengedepankan sikap Anti-Kekerasan.
Praktik dan perilaku beragama yang akomodatif
terhadap budaya lokal dapat digunakan untuk melihat sejauh mana kesediaan untuk
menerima praktik amaliah keagamaan yang mengakomodasi kebudayaan lokal dan
tradisi. Orang-orang yang moderat memiliki kecenderungan lebih ramah dalam
penerimaan tradisi dan budaya lokal dalam perilaku keagamaannya, sejauh tidak
bertentangan dengan pokok ajaran agama. Tradisi keberagamaan yang tidak kaku,
antara lain, ditandai dengan kesediaan untuk menerima praktik dan perilaku
beragama yang tidak semata-mata menekankan pada kebenaran normatif, sejauh
praktik itu tidak bertentangan dengan hal yang prinsipil dalam ajaran agama.
Mantap ilmu nya
BalasHapusBermanfaat buat pasangan calon pengantin
BalasHapusIlmu nya sangat bermanfaat bagi calon pengantin.
BalasHapusTerima kasih
Bermanfaat buat calon pengantin
BalasHapusIlmu nya sangat bermanfaat.
BalasHapusSangat bagus dan bermanfaat banget untuk pasangan baru.
BalasHapusTerimakasih
Sangat bermanfaat untuk memulai menjalani kehidupan berumah tangga..
BalasHapusTerima kasih.
awal pembelajaran yg baik, banyak points" yg bisa di terapkan dari materi di atas..
BalasHapusSangat bermanfaat sekali.
BalasHapusSangat bermanfaat sekali
BalasHapusSangat bermanfaat banget
BalasHapusIlmu yang sangat bermanfaat bagi kita yg awam
BalasHapusTerimakasih atas bimbingannya
Ilmu sangat bermanfaat buat calon pengantin.terimakasih atas ilmunya semoga bisa bermanfaat buat calon pengantin yang baru berumah tangga...
BalasHapusIlmu yg sangat manfaat bagi calon pengantin terimakasih atas infonya🙏
BalasHapusilmu yg sangat bermanfaat buat calon pengantin. terimakasi atas ilmunya,semoga rumah tangga kami menjadi rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah🤲
BalasHapusSangat membantu,plajaran² buat kami yg ingin melaksanakan pernikahan dan membina keluarga yg sakinah,mawahda,warohmah.
BalasHapusilmu yang sangat bermanfaat bagi calon pengantin, terimaksih ilmu nya, smoga rmh tngga kamu sakinah mawadah warohmah��
BalasHapusSangat bermanfaat ilmunya
BalasHapussangat bermanfaat ilmunya bagi calon pengantin , terimakasih🙏
BalasHapusSangat bermanfaat ilmunya bagi calon pengantin, terima kasih 🙏
BalasHapusSemoga bermanfaat
BalasHapusIlmu yang sangat bermanfaat bagi calon pengantin terima kasih atas infonya 🙏
BalasHapusSangat bermanfaat ilmu bagi calon pengantin, terima kasih atas infonya 🙏
BalasHapusSangat bermanfaat sekali terimakasih info nya
BalasHapussangat bermanfaat sekali. terimakasih
BalasHapusIlmu yg bermanfaat untuk pasangan, terimakasih
BalasHapusIlmu yg bermanfaat untuk pasangan, terima kasih
BalasHapus